Friday, March 26, 2010

Pomes for Woman : It's Hurt....


“Bekas apa ini...?”
Saya melihat ke arah tangan seorang gadis, memperhatikan ada bekas cakaran kuku di lengannya. Gadis itu terdiam menunduk, tidak berkata apa pun. Tampak matanya berkaca, terdiam dan menunduk. Cerita mengalir, kisah tentang kekerasan seorang cowok terhadap dirinya... Ini bukan yang pertama, sebelumnya saya pernah bertanya tentang bekas memar di lengannya..., pada akhirnya dia mengakui memar di tubuhnya, bekas cakaran tersebut merupakan peninggalan dari seseorang yang statusnya cowok dia.
Kisah ini bermula dari hutang budi merasa selalu dibantu, cowok yang selama pedekate dengannya menunjukkan kebaikan kini menjadi sosok yang ditakutinya. Status pacaran yang kini hanya sekedar status dengan landasan rasa takut dari ancaman cowok tersebut. Harus kuakui, ini memang bukan yang pertama kali saya mendengar ancaman cowok terhadap cewek, seringkali cewek mengalah karena ancaman demikian. Meski demikian, ini pertama kali kudengar ancamannya yang berbeda, akan menguntit kemanapun gadis ini pergi, akan membuatnya kehilangan pekerjaan dan sebagainya... Biasanya ancaman standar cowok sih bunuh diri dan sebagainya, bunuh diri adalah yang paling standar kudengar sejak dulu, meski belum pernah melihat realisasinya namun sudah pernah mendengar cerita seorang cowok menggores nadi di tangannya dengan silet karena perempuan. Siapakah yang bodoh pada kondisi ini?


Seorang sahabatku menceritakan sebuah kisah berbeda, mantannya juga melakukan hal demikian. Menampar pipinya hingga berdarah. Sejak awal sahabatku ini diam, membiarkan perilaku ini. Namun pada akhirnya pembalasan dilakukan, si cowok menampar dan dia membalas. Dengan wajah yang dibuat sesangar mungkin, menahan isak tangis, jangan sampai terlihat lemah dan takut yang hanya akan membuatnya bertambah semangat main kasar. Pada akhirnya ego pria tersebut dilukai, setiap perbuatan kasarnya dibalas hingga pria tersebut berhenti main kasar.
Menurut sahabatku, cowok demikian biasanya setelah main kasar akan merepek-repek menghiba minta maaf dan bilang khilaf...
Cerita sahabatku ini kuceritakan ulang ke gadis ini, saya tidak ingin melibatkan diri untuk hal demikian. Hingga pada akhirnya saya tertawa mendengar efek dari kasus ini. Slap..., gadis ini bercerita tentang sebuah tamparan melayang ke arah cowok tersebut... Cowok tersebut menangis, mengatakan ibunya saja tidak pernah menampar dia. Entahlah, kegilaan mana lagi ini, seorang cowok yang suka main kasar ternyata nangis karena satu tamparan. Kisah berikutnya mengenai ancaman, setidaknya cowok ini tidak main-main dengan ancamannya, dia melakukannya... Lagi-lagi gadis ini bertindak kembali, teriak di depan umum ketika cowok itu menarik lengannya, hasilnya cowok itu ketakutan dilihatin massa dan diam... Apakah masalah selesai? Sepertinya sih..., entahlah, tidak bertanya lagi...
Sebuah hubungan, entahlah, logikaku memang tidak pernah sampai mendengar salah satu bersedia diintimidasi secara mental maupun fisik hanya demi cinta (atau mungkin karena takut?). Secara logikaku sendiri, hubungan pernikahan saja sebenarnya lebih berlandaskan asas manfaat dan ketergantungan. Bahkan anak rela dijadiin objek sasaran penderita secara fisik maupun kata-kata lebih karena kelangsungan hidup, sekalipun pada orang tua yang tidak bertanggung jawab haha... Istri yang diinjak suami rela tetap diinjak lebih karena ketergantungan doank, entah itu cinta atau finansial atau apapun itu – sebut saja sendiri, selama masih ada manfaatnya jika bersama dibanding berpisah.
Harus kuakui saya masih perlu belajar banyak tentang kisah cinta demikian, mengasari orang yang katanya kita sayangi atau sebenarnya ego untuk memiliki yang berlebihan?
Saya tidak percaya ada wanita yang  bersedia tetap bersama dengan seorang pria yang bisanya menyakiti wanita - memaki dan secara fisik kecuali jika punya ketakutan. Yeah, ketakutan sederhana – setiap orang selalu punya rasa takut, sempat kelintas hanya cewek bodoh yang bersedia disakiti secara mental dan fisik tapi tetap sayang dengan cowoknya, logikaku saja tidak sampai kesana ini berarti alasan adalah kembali ke rasa takut – ketergantungan. Sayangnya itu hanya pendapat pribadi yang tidak bisa kubuktikan dan tidak memiliki landasan untuk menarik kesimpulan akhir dari hipotesis ini...

Pernah dengar lagu Goodbye Alice in Wonderland yang dinyanyiin Jewel?
Jujur saja saya menyukai lirik lagu ini, kisah tentang cinta yang palsu, meski liriknya tidak menggambarkan tentang disakiti,  tapi apakah karena keinginan untuk dicintai banyak wanita rela dikasari?
I'm embarrassed to say the rest is a rock and roll cliché
I hit the bottom when I reached the top
but I never knew it was you who was breaking my heart
I thought you had to love me
But you did not

Yes, a heart can hallucinate
If it's completely starved for love
It can even turn monsters into
Angels from above


Kita yang selama ini menganggap diri kita manusia beradab, secara subjektif menurut pendapatku pribadi sifat manusia memang lebih suka menyelamatkan diri sendiri dan saya sendiri lebih memilih berhubungan secara realistis. Memangnya kalo tidak bisa berenang terus memaksakan diri cebur ke laut? Jahatkah saya jika terus terang tentang melarang menceburkan diri ke laut hingga merusak hubungan orang lain yang mungkin memiliki asas manfaat? Saya selalu menerima imbalan bukan apa yang kulakukan..., toh sifat jahat hadir dalam pengguna dan kegunaannya haha... Maaf sudah merusak hubungan orang lain nih..., untuk yang disini maupun M di Jogja yang baru selesai S2 di Jogja dan akan kembali ke Pontianak, dua hubungan kurusak dalam seketika, meski saya tau kalian yang menginginkannya tapi sayalah yang memberikan tips-nya... Tenang saja, saya percaya konsekuensi, karma – sebab akibat atas apa yang kusarankan terhadap orang lain..., soalnya saya sendiri tidak yakin jika bersikap masa bodoh apakah kita kita disebut bijak? Tentu saja karena bijak karena tidak mencampuri urusan orang lain.. Bisa saja apa yang terjadi ini akan balik menusukku..., tapi ya sudahlah, saya sendiri bukan orang baik... Apa yang terjadi bisa saja berbalik kepadaku..

No comments: